Kawasan Terumbu Tiram di Tibang, Aluenaga dan Deah Raya |
Desa Alue Naga, Desa Tibang dan
Desa Deah Raya merupakan desa-desa yang terletak dalam wilayah administratif Kecamatan
Syiah Kuala, Kota Banda Aceh. Desa yang terbagi ke dalam beberapa dusun ini terletak tepat
di muara Krueng Aceh yang membelah wilayah desa-desa tersebut.
Dari hasil survei yang dilakukan
terhadap areal sungai dan tambak disimpulkan bahwa kondisi sungai dan tambak di desa
tersebut terbagi ke dalam dua katagori yaitu cukup sesuai (33 ha) dan sesuai (126 ha) dari total
159 ha luasan lahan sungai dan tambak. Dari suatu studi kelayakan disimpulkan
bahwa areal sungai dan tambak tersebut dapat direkomendasikan untuk budidaya
tiram. Rekomendasi tersebut juga didasarkan pada hasil scoring yang dilakukan
oleh tim survey kesesuaian lahan BBAP Ujung Batee, dimana untuk areal tersebut
memperoloeh nilai scoring sebesar 389.7. Hal ini didasarkan pada data-data
hasil survey yang diolah dengan menggunakan software Arc GIS 9.2® untuk mendapatkan gambaran
kondisi lahan sungai dan tambak dari ketiga desa di wilayah Kecamatan Syiah
Kuala Kota Banda Aceh.
Perempuan Pencari Tiram
Di ketiga desa terdapat banyak
pekerja perempuan yang terlibat dalam kegiatan mencari tiram. Dimana penanganan tiram pasca
panen juga masih belum maksimal. Teknologi budidaya yang
mereka gunakan sangat sederhana.
Mengandalkan benih dari alam. Tiram yang masih kurus dan kecil biasanya ditampung dan
digemukkan dengan cara dibuat sekat-sekat dengan ukuran yang bervariasi tergantung banyaknya
jumlah tiram yang akan digemukkan. Penggemukan tiram dilakukan pada bibir sungai
atau dipinggir tambak. Setelah 15-30 hari kemudian kaum ibu-ibu kembali memanen tiram
tersebut dengan harapan tiram yang ditampung telah mencapai bobot yang laku di
pasaran.
Sebagaimana diketahui bahwa pada
dasarnya keuntungan yang terbesar pada berbagai produk komiditas justru terletak pada
jalur tata niaga serta pengolahan dan pemasaran produk olahan
(Departemen Perindustrian, 1992).
Disamping itu juga harga jual produk olahan lebih stabil bila dibandingkan dengan harga
jual bahan baku (Howell, 1977). Demikian juga dengan produk tiram (oyster)
hasil buruan yang selama ini dijual mentah dapat ditingkatkan nilainya dengan
mengolah menjadi aneka makanan olahan seperti kerupuk tiram.
Untuk itu diperlukan pihak yang
memiliki kompetensi dalam bidang pemasaran. UD. Matahari sebagai mitra kerja program ini
telah berpengalaman lebih dari 3 tahun sebagai pembuat dan juga memasarkan berbagai produk
makanan ringan terutama di wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar. UD. Matahari juga dipimpin
oleh seorang pendamping masyarakat dan konsultan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil
Menengah (KUMKM). Ini diharapkan dapat memperkuat dan menjadi daya ungkit
sentra kerupuk tiram.
Kelompok perempuan yang terlibat
dalam program ini adalah para pencari tiram dan ibu rumahtangga yang memiliki
keterbatasan akses pada pekerjaan dan penghidupan yang layak. 114 orang telah
bergabung menjadi anggota kelompok. 83 orang sudah memiliki keahlian teknis
mengolah tiram menjadi kerupuk tiram. Kapasitas produksi per orang 3 kg per
hari maka dapat dihitung kapasitas produksi sentra kerupuk tiram yaitu 249 kg
per hari atau 4.900 kg per bulan (20 hari). Hal ini tidak akan bisa berjalan
jika tidak tersedia suntikan modal untuk membeli bahan baku pendukung yang
diperlukan bagi pembuatan kerupuk.
Dipilih produk Kerupuk Tiram
didasarkan pada sumberdaya alam sekitar yang mendukung tersedianya bahan baku
yang berkelanjutan. Kerupuk juga merupakan produk yang sudah familiar dan
dikonsumsi sehari-hari dan disukai banyak orang mulai dari anak-anak hinggaorang
dewasa. Kerupuk tiram merupakan sebuah produk yang memiliki berbagai
keunggulan.
Selain dapat disimpan dalam jangka
waktu lama dan memiliki nilai gizi yang baik yang bersumber dari kandungan
bahan baku utama, ia juga dapat diajukan sebagai salah satu produk
unggulan desa yang berdaya jual
tinggi.
Problem dan Antisipasi Industrialisasi
Namun ada beberapa permasalahan
yang muncul. Beberapa permasalahan tersebut adalah:
Kurangnya pengetahuan dan
ketrampilan teknis budidaya tiram
menjadikan masalah tersendiri bagi warga. Saat ini produk tiram (oyster) segar
merupakan 100% hasil alam. Eksploitasi tiram yang dilakukan secara
terus-menerus tanpa ada upaya pelindungan habitatnya menimbulkan masalah
kekurangan baik benih maupun tiram konsumsi di habitat kawasan penghasil tiram.
Hal ini juga berdampak pada lingkungan perairan. Tiram menyumbang kepada kualitas
air yang lebih baik melalui proses penapisan makanannya. Selain itu, sebagai spesies
tunjang (keystone species), tiram merupakan bagian dari simbiosis
kehidupan laut yang luas.
Kurangnya pengetahuan dan
ketrampilan terkait
pengolahan, manajemen usaha dan pemasaran produk menjadikan kelompok perempuan
pencari tiram lebih memilih menjual daging Tiram mentah dengan resiko busuk
dengan harga yang murah. Daging Tiram pun hanya dijual mentah atau dikonsumsi
sendiri. Padahal banyak produk olahan yang dapat dibuat dari bahan baku daging
Tiram seperti Kerupuk Tiram, Saus Tiram, Nugget dan sosis Tiram dll.
Kelembagaan yang masih lemah untuk mendukung usaha
pengembangan agrobisnis komoditas unggulan Tiram. Kelompok-kelompok perempuan
yang telah dibentuk masih sangat prematur karena masih sangat tergantung pada
modal sementara kelembagaan yang turut dalam penyediaan modal dan pengembangan
usaha Tiran belum ada.
Terbatasnya akses kepada
pekerjaan yang layak untuk
perempuan sehingga banyak waktu luang hanya dimanfaatkan untuk hal yang tidak
begitu bermanfaat. Perempuan memiliki banyak waktu luang di sela-sela tugas
sebagai ibu rumahtangga tapi sulit untuk mengakses pekerjaan yang layak baik di
sektor informal maupun formal.
Ketangguhan Finansial
masyarakat rendah menyebabkan daya
kreatifitas juga rendah. Ditambah lagi dengan keterbatasan akses permodalan
untuk memulai dan mengembangkan komoditas unggulan. Oleh karenanya, program ini
diajukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut sedemikian sehingga
peluncuran produk kerupuk tiram tersebut nantinya tidak hanya menjadi produk unggulan
desa namun juga dapat mendorong pelaku usaha mikro lainnya mengambil peran dalam
menciptakan lapangan pekerjaan terkait di ketiga desa tersebut. [pujobasuki]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar